Wednesday, December 16, 2020

TENTANG IRI

Pernah terbesit menjadi seperti orang lain, yang sekeluarga memakai baju dengan warna yang sama. Bahan Kain yang bagus saat di moment moment tertentu.

Pernah juga berkeinginan menjadi orang lain yang punya waktu luang menyalurkan hobby sepeda nya, hobby jalan jalan ke luar kota, atau hobby lain yang terlihat bahagia di postingan instagram.

Pernah juga terbesit betapa hokinya hidup seseorang bisa ke luar negeri menjadi dosen bahkan menjadi pembicara dengan penontonnya WNA (Warga Negara Asing) atau Bule.

Iya itu keirianku yang saat aku ingin gapai.

Pernahkan lihat saat Idul Fitri pakai baju yang kembarang sekeluarga, aku pernah mecoba seperti itu tapi aku berpikir 2x bahkan seribu kali karena harus beli bahan, ukur ke penjahit, bayar ke penjahit, belum lagi dipakai hanya moment tertentu, bahkan moment selanjutnya belum tentu dipakai karena orang sudah pernah lihat baju tersebut di moment sebelumnya. Alhasil kuurungkan niat untuk harus kembaran di moment hari raya, mungkin bila warna samaan saat beli baju boleh namun tidak dipaksakan.

Saat ini lagi booming gowes atau sepedaan, padahal lagi covid. Iri sih lihat teman SMA bisa gowes sepertinya punya waktu luang bahkan terkadang muathai (maaf bila salah ejaan penyebutan jenis olahraga ini) pun dilakukan mungkin banyaknya waktu luangnya. Tapi terkadang dilihat lagi karena teman saya belum berkeluarga jadi waktu dia banyak longgar. Saat dapat uang gajian dia bisa anggarkan untuk oergi liburan karena dia masih sendiri. Jadi mau iri pun terkurung sudah. Karena tidak semua senyum bahagia mereka di medsos adalah senyum yang 100% selalu bahagia pasti ada hal yg buat kita bisa bersyukur bahwa hidup kita lebih beruntung dari mereka.

Keirianku yang paling mendalam adalah melihat teman posting di medsos sedang menjadi pembicara di luar negeri. Hal yang bangga pernah kenal teman itu sekaligus iri karena pendidikannya menjadikan mimpinya terwujud. Kali ini akan kusebutkan namanya, Denny Ivanal Hakim, anak dari seorang guru Matematika di SMA Negeri 5 Balikpapan. Hidup sederhana bahkan bisa kubilang aneh semasa ku kecil. Bagaimana tidak aneh saat waktu belajar dirumahnya dimulai (sehabis magrib) orangtuanya membiarkan televisi menyala siaran kartun tanpa ada suara, keanehan lain adalah sayur sop bening, dan hambar tapi lahap makannya. Dan anehnya kebiasaan atau didikan orangtuanya membawanya bisa keluarnegeri. Iriku kali ini adalah iri terbesarku aku tidak suka dengan orangnya tapi aku suka prestasinya yg harus ditiru, dan aku ingin seperti itu tetap bisa belajar meskipun sudah tua nantinya dan anakku nanti bisa seperti temanku itu.

No comments:

Post a Comment